Mintalah restu darinya terlebih dahulu. Jika merestui,ayo. Jika tidak, layanilah belaiu. Sungguh baktimu lebih utama dibandingkan jihat. Memang, jannah di bawah bayangan pedang, namun juga di bawah telapak kaki ibu." Duhai abu kudamah tidak kah engkau mengenaliku."."tidak." "Aku putra pemilik titipan itu. Betapa cepatnya engkau melupakan titipan ummi, pemilik kepangan rambut itu". " aku, insyaAllah, adalah seorang syahid putra seorang syahid. Aku memohon kepadamu dengan nama Allah, jangan kau halangi aku ikut berjihat fisabilillah bersamamu. Aku telah mrnyelesaikan alquran. Aku juga telah mempelajari sunnah Rasul. Aku pun lihai menunggang kuda dan memanah. Tak ada seorangpun lebih berani dariku. Maka, janganlah kau remehkan aku hanya karena aku masih belia." Ummi telah bersumpah agar aku tidak kembali. Beliau berpesan: nak, jika kau telah meliat musuh, jangan pernah kau lari. Persembahkanlah ragamu untik Allah. Carilah kedudukan di sisi Allah. Jadi lah tetangga abimu dan paman pamanmu yang sholeh di jannah. Jika nantiknya kamu menjadi syahid, jangan kau kupakan ummi. Berilah ummi syafa'at. Aku pernah mendengat faedah bahwa seorang syahid akan memberi syafaat untuk 70 orabg keluarganya dan juga 70 orang tetamgganya. Ummi memelukku dengan erat dan mendongakkan kepalanya ke langit: rab ku...maula ku....inilah putraku, penyejuk jiwaku, buah hatiku..... aku persembahkan ia untukmu. Dekatkan lah ia dengan ayahnya," terangsang pemuda. Kata katanya terus mendobrak tanggul air mataku. Dan akhirnya aku benar benar tak kuasa mendengarnya. Aku tersedu sedu. Aku tak tega melihat wajahnya yang masih muda, namun begitu tinggi tekadnya. Akupun tak bisa membayabgkan kalbu sang ibu. Betapa sabarnya ia. Melihatnku menangis, sang pemuda bertanya," paman, apa gerangan tangisanmu ini? jika sebabnya adalah usiaku, bukankah ada orang yang lebih muda dariku, namun allah tetap menAzabnya jika ber maksiat.!?" "Bukan,"aku segera menyanggah. " buka lantaran usiamu. Namun aku menangis karena kalbu ibumu. Bagaimana jadinya nantik jika engkau gugur?. " akhirnya aku menerimanya sebagai bagian dari pasukan.siang malam sang pemuda tak pernah berjemu berzikir kepada Allah ta'ala. Saat pasukan bergerak, ia yang paling lincah mengendalikan kuda. Saat pasukan berhenti istirahat, ia yang paling aktig melayani pasukan. Semakin kita melangkah, tekadnya juga semakin membuncah, semangatnya semakin menjulang, kalbunya semakin lapang, dan tanda tanda kebahagiaan semakin terpancar darinya. Kami terus berjalan menyelusuri hamparan bumi yg luas. Hingga kami tiba di medan laga.bersamaan dengan bersiap2nya matahari untuk terbenam. Sesampainya, sang pemuda memaksakan diri menyiapkan hidangan berbuka untuk pasukan. Memang, hari itu kami berpuasa. Dan dikarenakan hari ini juga hikmatnya kepada pasukan selama perjalanan dia tertidur pulas. Pulas sekali hingga kami iba membangunkan. Akhirnya, kami sendiri yg menyiapkan dan membiarkan si pemuda tidur. Saat tidur, tiba2 bibirnya mengembang menghiasi wajahnya."lihatlah, ia tersenyum" kataku pada teman keheranan. Setelah bangun, aku bertanya padanya," kawan, saat tertidur kau tersenyum. Apa gerangan mimpimu?" " aku mimpi indah sekali. Membuat ku bahagia," jawabnya."ceritakanlah padaku!" Pintaku penasaran."aku seperti di taman yg hijau dan permai. Indah sekali pemandangannya menarik kalbuku untuk berjalan jalan. Saat asik berjalan, tiba2 aku berdiri di istana perak, balqonnya dari batu permata dan mutiara aerta pintu2nya dari emas. Sayang, tirai2nya terjuntai menghalangiku dari bagian dalam istana. Namun tak lama, keluarlah gadis2 menyingkap tirai2nya. Sungguh wajah mereka bagaikan rembulan kutatap wajah2 cantik itu dengan penuh ke kaguman, amboi cantiknya. " marhaban," kata salah seorang dari mereka tahu ku memangdangnya. Aku tak tahan hendak menjulurkan tangan menyentuhnya. Belum sampai tangan ini menyentuh, dia berkata," belum. Ini belum waktunya. Jangan lah terburu buru. " telinga ku juga menangkap sebuah suara dari mereka, " ini suami almardhiah. " mereka berkata kepadaku, " kemari lah yarhamukAllah." Baru saja kaki hendak melangkah, ternyata mereka telah berdiri di depanku. Mereka membawaku ke atas istana. Disebuah kamar, seluruhnya dari emas merah yg berkilauan indahnya. Dalam kamar itu ada dipan yg bertahtakan permata hijau dan kaki kakinya terbuat dari perak putih. Dia atasnya.... seorang gadia belia dengan wajah bersinar. Lebih indah dari sekedar rembulan!! Kalau lah lah allah tidak memantapkan kalbu dan pengalihatanku, niscara butalah mataku dan hilanglah akalku karena tak kuasa menatap kecantikannya!!"marhaban, algan wa sahlan, duhai wali Allah. Sungghuh engakau adalah milikku dan aku adalah milikmu" katanya menyambutku, membuatku tak terasa hendak memeluknya." Sebentar jangan lah terburu buru. Belum waktunya. Aku berjanji padamu, kita bertemu besok selepas sholat dhuhur. Bergembiralah," sang pemuda mengakhiri kisahnya. Lalu, aku berusaha membangkitkan himmahnya, "Kawan, mimpimu begitu indah. Engkau akan melihat kebaikan nantinya." Kami pun bermalam dengan perasaan takjub dan kagum akan mimpi sang pemuda.
Esok hari, kami bersiap menghadapi kaum kafir. Barisan diluruskan, formasi dan strategi dimatangkan, senjata tergenggam kuat dan tali kekang kuda dipegang erat.Semangat pun semakin berkobar saat mendengar hasungan, "wahai segenap para tentara Allah, tunggangilah kuda-kuda kalian. Bergembiralah dengan jannah. Majulah kalian, baik terasa ringan oleh kalian ataupun terasa berat."
Tak lama, skuadron pasukan kuffar tiba di hadapan kami. Banyak sekali, bagaikan belalang yang menyebar kemana-mana.Perang campuh pun terjadi. Kesunyian pagi hari sontak terpecah oleh teriakan skuadron kuffar dan gema takbir kaum muslimin. Suara senjata yang saling beradu, berbaur dengan riuh rendah suara para prajurit yang sedang bertaruh nyawa.Tiba-tiba aku mengkhawatirkan pemuda itu. Iya, dimana pemuda itu...Dimana pemuda itu ? Ku berusaha mencari di tengah medan laga. Ternyata dia di barisan depan pasukan muslimin. Dia merangsek maju, menyibak skuadron kuffar dan memporak porandakan barisan mereka.
Dia bertempur dengan hebatnya. Dia mampu melumpuhkan begitu banyak pasukan kuffar. Namun begitu, tetap saja hati ini tak tega melihatnya. Aku segera menyusulnya di depan.
Bersambung....
0 comments:
Post a Comment